Minggu, 16 Oktober 2016

konservasi ikan terubuk


MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
2013MANAJEMEN

     SUMBERDAYA

            PERAIRAN

              2013




















Makalah Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan



IKAN TERUBUK (TENUALOSA MACRURA)




Oleh :

Delima Sari Siregar
130302047







images









PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
                     UNIVERSITAS SUMATERA UTARA         
2016
KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul Ikan Terubuk (Tenualosa macrura). Adapun isi dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan mengenai keberadaan ikan terubuk dan pemanfaatannya beserta upaya konservasi untuk kelestarian biota perairan tersebut.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada              Dr. Ani Suryani, M. Sc sebagai dosen mata kuliah Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan, yang telah memberikan tugas membuat makalah ini sehingga penulis dapat belajar  lebih mengenai konservasi sumberdaya perairan.
Dalam pembuatan makalah, penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan kata dan kalimat. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan penulis kedepannya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.



                                         
Medan,  Oktober 2016



               Penulis









DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................              i
DAFTAR ISI..............................................................................................             ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................             1
Tujuan Penulisan...................................................................................           2
Manfaat Penulisan.................................................................................             2
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi ikan terubuk (Tenualosa macrura).............             3
Habitat dan Penyebaran........................................................................             4
Ancaman Kepunahan............................................................................             4
Status Spesies........................................................................................             6
Pemanfaatan ikan terubuk (Tenualosa macrura)..................................             7
Upaya Konservasi.................................................................................             8
PENUTUP
Kesimpulan...........................................................................................           11
Saran.....................................................................................................           11
DAFTAR PUSTAKA












PENDAHULUAN
Latar Belakang
   Keanekaragaman hayati didunia mencakup spesies yang luar biasa banyak jumlahnya. Keanekaragaman hayati tersebut melibatkan komunitas biologi yang kompleks dan dalam tiap spesies terdapat pula variasi genetik yang sangat kaya. Minat masyarakat umum untuk melindungi keanekaragaman hayati dunia semakin meningkat dalam beberapa dekade belakangan ini. Baik ilmuwan maupun masyarakat umum kini memahami bahwa kita hidup dalam periode pemusnahan keanekaragam hayati yang luar biasa (Indrawan  dkk., 2007)
Tingginya biodiversitas atau keanekaragaman hayati di satu sisi merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.  Pada sisi lainnya, jumlah jenis yang melimpah cenderung lebih rentan menghadapi ancaman kepunahan akibat pemanfaatan (penangkapan) yang tidak terkontrol, dan berbagai ancaman yang berkaitan dengan aktifitas manusia (faktor antropogenik). Seiring dengan pertambahan populasi penduduk yang diikuti oleh peningkatan kebutuhan pangan termasuk protein hewani, aktifitas penangkapan semakin intensif sehingga semakin hari bertambah jumlah jenis yang terancam punah. Pertumbuhan ekonomi dunia, kemajuan teknologi budidaya, dan dukungan teknologi transportasi semakin mempermudah terjadinya lalu lintas jenis ikan dari satu negara ke negara lainnya.  Masuknya jenis ikan dari luar (introduksi) baik disengaja maupun tidak semakin menambah permasalahan terhadap kelestarian ikan endemik dan ikan asli.  Hal ini dikarenakan jenis introduksi umumnya memiliki daya adaptasi yang lebih baik terhadap kualitas lingkungan perairan yang semakin menurun atau sifat agresivitas dan pemangsaan yang dapat memakan langsung ikan-ikan asli dan endemik (KKP, 2015).
Kawasan konservasi perairan di Indonesia tidak kurang dari 16 juta hektar (Ruchimat dalam Pedoman Teknis E-KKP3K, 2012) yang kini menghadapi ancaman dan persoalan pengelolaan yang sangat berat.  Ancaman tersebut dapat berupa ancaman langsung maupun tidak langsung. Ancaman langsung meliputi praktik penebangan liar, penyerobotan dan konversi lahan, penangkapan hewan langka, pengeboman ikan, maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor alam seperti kebakaran hutan dan fenomena pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Ancaman tidak langsung meliputi hal-hal yang disebabkan oleh adanya kebijakan yang berkonotasi dua (ambiguity), ketidakjelasan akan hak-hak dan akses masyarakat, peraturan perundang-undangan yang kurang memadai dan tumpang tindih, serta penegakan hukum yang lemah (Jompa dkk., 2015).
Salah satu biota perairan yang  juga terancam punah yang dimaksud adalah ikan terubuk yang ada di perairan Bengkalis Riau dan Labuan Bilik Sumatera Utara yang merupakan dua spesies dari lima spesies terubuk yang ada di dunia. Terubuk merupakan ikan yang sangat terkenal di Kabupaten Bengkalis, Riau. Ikan ini menjadi primadona dan kebanggaan masyarakat di daerah ini, sehingga Kabupaten Bengkalis di kenal juga dengan julukan kota Terubuk. Hal ini terlihat dengan sebutan kota Bengkalis kota “TERUBUK” yang berarti (TErtib, Rukun, Usaha Bersama dan Kenyamanan) untuk mencerminkan keadaan daerah Kabupaten Bengkalis. Namun semenjak beberapa tahun terakhir, ikan ini sudah semakin sedikit ditemukan. Walau semakin sedikitnya ditemukan ikan ini, rakyat Bengkalis sangat mendambakan ikan terubuk kembali berjaya di perairannya. Untuk itu upaya penyelamatan sekaligus pemanfaatannya perlu dilakukan sebelum ikan ini benar-benar hilang (punah) (Efizon dkk.,  2012).

Tujuan Penulisan
          Tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui status keberadaan dari ikan terubuk (Tenualosa macrura).
2.    Untuk mengetahui faktor penyebab kepunahan dan upaya konservasi ikan terubuk (Tenualosa macrura).

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan adalah sebagai bahan informasi mengenai keberadaan dan status ikan terubuk (Tenualosa macrura) dialam dan faktor penyebab kepunahan dan upaya konservasi ikan terubuk (Tenualosa macrura).


TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi
Ikan Terubuk merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, family dari Clupeidae yang lebih dikenal sebagai ikan Herring di barat (Eropa). Kelompok ikan ini sangat berharga sebagai ikan konsumsi di dunia (Purwanto dkk., 2014). 
Menurut Bleeker, (1852) dalam KepMen, (2011), Klasifikasi ikan terubuk (Tenualosa macrura), yaitu:
Kelas               : Actinopterygii
Ordo                : Clupeiformes
Famili              : Clupeidae
Genus              : Tenualosa
Nama Ilmiah   : Tenualosa macrura
Nama Lokal    :  Ikan Terubuk atau Pias
Gambar 1. Tenualosa macrura
Karakteristik: badan lonjong agak pipih, sisik kecil danterdapat ventral scute yang dimulai dari belakang tutup insang sampai depan sirip dubur. Punggung berwarna hijau keunguan, bagian perut keperakan dan sirip berwarna kuning keemasan. Hasil tangkapan di Indonesia diduga terdiri dari dua spesies: Tenualosa macrura dan T. toli. Nama lokal: Ikan Bengkalis, Temparik, Terubuk Padi, Terubuk Mulut Besar, Terubuk Payau (Anonim, 2012).
            Dalam KepMen (2011) dicantumkan juga ciri umum dari ikan terubuk:
1. Tubuh umumnya memanjang ramping (streamline), perut dengan 28 - 33 sisik.
2. Memiliki tapis insang (gill rakers).
3. Terdapat takik median (median notch) pada rahang atas. 4. Terdapat bercak hitam pada belakang penutup insang.
5. Panjang maksimum 60 cm TL, dengan berat badan ditemukan mencapai 780 gr.
6. Tubuh berwarna keperakan.

Habitat dan Penyebaran
Ikan Terubuk termasuk jenis ikan pelagis yang bersifat schooling. Tempat hidupnya termasuk wilayah Perairan Pantai dan air payau. Pada saat melakukan reproduksi, ikan ini melakukan migrasi masuk kesungai. Jenis makanan utamanya adalah Plankton dan Detritus dengan mengaduk dasar perairan (Anonim, 2012). Habitat Penyebaran di Indonesia:   Habitat penyebaran berada di daerah estuaria pada perairan Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau (KepMen, 2011).
Perikanan: Penangkapan ikan terubuk di Indonesia lebih banyak dilakukan di wilayah Sungai, pada saat ikan ini melakukan migrasi untuk memijah. Lokasi penangkapan ikan Terubuk di Indonesia yang paling terkenal adalah sungai-sungai di Sumatera. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah perangkap. Penangkapan ikan Terubuk di pantai dilakukan dengan menggunakan alat Payang. Ikan ini bisa mencapai panjang sekitar 60 cm, namun banyak tertangkap pada ukuran sekitar 30 – 40 cm. Di Sumatera produksi ikan ini terutama ditujukan untuk pasar telurnya (Anonim, 2012).

Ancaman Kepunahan
Kekayaan keanekaragaman hayati adalah aset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa karena sebagian besar pembangunan nasional mengandalkan keanekaragaman hayati. Namun demikan, meningkatnya kebutuhan manusia dan tekanan terhadap lingkungan khususnya sumberdaya hayati laut, mengakibatkan terjadinya penurunan populasi beberapa biota perairan (Dermawan dan Sunarko, 2013). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Wahyu, (2015), Meningkatnya kebutuhan manusia dan tekanan terhadap lingkungan khususnya sumberdaya hayati laut, mengakibatkan terjadinya penurunan populasi beberapa biota perairan. Hal ini menyebabkan beberapa biota laut menjadi langka dan terancam punah. Pengelolaan areal laut secara khusus harus ditingkatkan supaya berdaya guna dan berkelanjutan (Wahyu, 2015).
Pada umumnya penangkapan ikan ini dilakukan pada saat ikan akan memijah. Penangkapan seperti ini secara langsung akan mengancam kelangsungan dan kelestariannya, karena yang menjadi sasaran tangkap adalah induk-induk ikan yang bertelur dan beruraya untuk memijah. Efek yang dirasakan adalah mulai langkanya ikan ini di perairan, hal ini terlihat dari semakin sulitnya ikan ini diperoleh di alam. Kualitas perairan juga memberi sumbangan terhadap penurunan populasiikan terubuk, hal ini terlihat dari lebih kurang 100 perusahaan/industri yangberoperasi di sepanjang aliran Sungai Siak hingga ke muara, belum lagi adanya pelabuhan kapal tanker di Sei Pakning (muara Sungai Siak) yang hampir setiaphari aktivitas kapal tanker yang datang sebelum mengisi minyak mengeluarkanair balas yang bercampur sisa-sisa minyak dibuang ke perairan Selat Bengkalis. Kondisi tertangkapnya ikan terubuk yang banyak didominasi oleh ikan jantan dibandingkan betina, Sementara ikan terubuk betina yang tertangkap merupakan ikan yang tadinya berkelamin jantan. Dilihat dari banyaknya tertangkap pada bulan gelap dan malam hari, disebabkan oleh ikan terubuk yang beruaya tidak dapat melihat mata jaring sehingga tidak dapat menghindar.  Umumnya penangkapan ikan ini dilakukan pada saat memijah. Penangkapan seperti ini secara langsung akan mengancam kelangsungan dan kelestarian, karna akan menjadi sasaran tangkap adalah induk induk ikan yang akan bertelur dan beruaya untuk memijah (Purwanto dkk., 2014).
Lemahnya peran pemerintah mendorong kebijakan pemanfaatan sumber daya alam menjadi celah bertambahnya tingkat kerusakan. Apalagi masyarakat pesisir yang makin terhimpit secara ekonomi. Keadaan ini membuat kesadaran mengelola lingkungan pesisir semakin rendah. Situasi itu kemudian mendorong masyarakat  pesisir terjebak pada ruang kemiskinan. Hasil kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa penduduk miskin di Indonesia kebanyakan di wilayah pesisir dengan jumlah 7,9 juta atau 25 persen dari penduduk miskin di Indonesia. Pada saat bersamaan, kerusakan lingkungan pesisir dan laut juga terus meningkat. Hasil kajian Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan sekitar 30,4 persen kondisi terumbu karang mengalami kerusakan. Hanya 5,29 persen yang berada dalam kondisi baik                     (Jompa dkk., 2015).
Secara teoritis beberapa faktor penyebab punahnya suatu sumber daya ikan adalah; 1). Kelebihan tangkap, 2). Pencemaran, 3). Introduksi ikan-ikan pemangsa, dan 4). Pemotongan jalur migrasi. Untuk ikan terubuk terkait dengan faktor 1 dan 2. Sedangkan upaya pencegahan dan pelestarian dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: pengaturan penangkapan, pembuatan kawasan perlindungan,  penangkaran untuk budidaya dan lain sebagainya                  (Efizon dkk.,  2012).
Menurut Fishbase dalam Dermawan dan Sunarko, (2013), 144 spesies ikan bersirip di Indonesia termasuk kedalam ikan yang terancam punah. Untuk mengatasi penurunan populasi yang terus menerus dan mengantisipasi atau jangan sampai terlambat dalam penyelamatan biota perairan ini dimasa yang akan datang, maka perlu dilakukan upaya konservasinya meliputi aspek pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan.

Status Spesies
Menurut Kartamihardja dkk., (2011) beberapa Tantangan konservasi jenis ikan yakni:
·      bahwa kepunahan jenis jenis ikan karena belum terintegrasinya pengelolaan perairan antara KSDI  dengan kementerian lain seperti PU dalam pembuatan ruaya ikan
·      Pendekatan sosial budaya dalam upaya KSDI.Local wisdomterbukti paling efektif dalam konservasi kawasan dan jenis ikan.
·      Minimnya data dan informasi dinamika populasi jenis ikan terancam punah
·      Pengembangbiakan jenis ikan terancam punah
·      Jenis ikan terancam punah masih banyak yang belum memliki status Perlindungan.
Merujuk kepada definisi umum IUCN (the International Union for Conservation f the Nature), yang dimaksud dengan jenis ikan terancam punah adalah biota ikan yang rentan akan kepunahan dalam waktu dekat (EN - endangered).  Tingkat keterancampunahan ditentukan berdasarkan karakteristik dinamika populasi ikan ersebut yang merupakan fungsi dari kelahiran, pertumbuhan, dan kematian.  Secara sederhana dapat diartikan bahwa pada kondisi ini kecepatan kematian akibat penangkapan dan faktor lainnya termasuk penyakit, predator, gangguan lingkungan, maupun penyebab alamiah lainnya, melebihi kecepatan rekrutmen (pertambahan populasi melalui kelahiran). Ketiga faktor dinamika populasi tersebut merupakan ukuran dari critical dispensation (dispensasi kritis), yakni secara matematis mengukur biomassa terhadap pertumbuhan populasi (KKP, 2015).
Kriteria jenis ikan yang dilindung: CITES, IUCN, PPNo. 60 tahun2007 PPNo. 7 tahun 1999. Selama kurun waktu 2010-2014 ada 15 jenis spesies target pengelolaan: Terubuk (2011), banggai (2011) cardinal fish, sidat, hiu, penyu, dugong, arwana, bamboo laut, pasu, kima, lola, Napoleon, Kuda laut, Labi-labi (Kartamihardja dkk., 2011).

Pemanfaatan Ikan Terubuk
Sejak lama ikan terubuk menjadi primadona di seluruh wilayah Riau, namun keberadaan populasi ikan ini semakin hari semakin menurun.  Sampai sekitar tahun 50-an ikan terubuk masih dijumpai dalam jumlah yang melimpah. Pada saat itu dengan mempergunakan jaring yang ukurannya lebih kecil dan bahan yang berupa ”rami” hasil tangkapan nelayan dapat mencapai 2.000-3.000 ekor per kapal dalam sekali melaut (per trip), begitu “pukat” (gillnet) dipasang, ketika menarik pukat hampir keseluruhan mata jaring tertangkap ikan dan tak jarang nelayan memutus pukat mereka karena tidak terangkat dan muat di perahu (hasil wawancara dengan nelayan dan eks nelayan terubuk, 1998). Gejala menurunnya populasi ikan terubuk sudah dirasakan oleh nelayan sejak tahun 1970an di perairan Riau dan pada awal tahun 1980-an ikan ini dijumpai hanya dalam jumlah yang amat terbatas di perairan Tanjung Medang padahal perairan ini merupakan sentra produksi ikan terubuk sebelumnya (Efizon dkk.,  2012).
Produksi ikan terubuk di Bengkalis berkisar antara 0,5-10 ton atau sekitar 4-37 ribu ekor perbulan dengan nilai sebesar 3,6-175 juta rupiah. Dari hasil penelitian selama periode Oktober 1996 sampai dengan September 1998, diperoleh bahwa hasil tangkapan ikan terubuk dari kapal kapal yang aktif bervariasi jumlahnya baik menurut ukuran maupun daerah penangkapan. Laju tangkap bulanan berkisar antara 1-95 ekor/trip atau hanya 0,5-11 kg/trip. Diduga kuat bahwa selama kira-kira hampir 40 tahun telah terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat tajam sebagai pencerminan penurunan populasi ikan terubuk di perairan ini, namun sejak kapan terjadinya belum diketahui secara pasti. Kondisi armada penangkapan dan dimensi alat yang relatif tetap memperkuat dugaan tersebut. Tingginya tekanan penangkapan terhadap ikan betina dewasa dalam kondisi matang telur diperkirakan telah mempengaruhi proses rekruitmennya Merta et al., (1999) dalam Efizon dkk.,  (2012).

Upaya Konservasi
Sistem perikanan yang sangat kompleks memerlukan pendekatan multidimensi sehingga penilaian terhadap  keberlanjutan sumberdaya perikanan tidak dapat dipetakan pada satu dimensi saja tetapi harus dianalisis secara multidimensional.  Salah satu  pendekatan  untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas adalah pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau EAFM (ecological approach to fisherie management).   EAFM telah dikembangkan di beberapa negara seperti Amerika  Serikat,  Australia,  Filipina dan  lain-lain. Pengelolaan sumberdaya perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, lingkungan, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan kelembagaan (Jompa dkk., 2015).
Sebagai upaya untuk mempertahankan keberadaan jenis ikan di Indonesia, seperti halnya dilakukan di banyak negara, maka perlu dilakukan pengkayaan stok ikan (stock enhancement).  Beberapa cara yang dapat digunakan adalah dengan melakukan introduksi, yakni mendatangkan ikan dari luar habitatnya ke dalam ekosistem dan komunitas baru.  Cara-cara ini umumnya dilakukan untuk meningkatkan produksi atau yang terkait dengan olahraga memancing.  Cara berikutnya adalah dengan restoking, yakni dengan cara memperbanyak jenis ikan liar (wild stock) dengan intervensi manusia melalui upaya domestikasi dan pembudidayaan, kemudian anakannya atau stadia yang lebih besar dikembalikan ke habitat aslinya (KKP, 2015).
Salah satu pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang efektif adalah dengan mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP), yaitu mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut sebagai tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis penting termasuk Ikan Terubuk untuk memijah dan berkembang dengan baik. Dengan mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan tinggi menyediakan tempat perlindungan bagi sumberdaya ikan terubuk, maka pada akhirnya akan mendukung kegiatan perikanan dan pariwisata berkelanjutan, serta memulihkan kondisi habitat pesisir (Wahyu, 2015).
Menurut Wahyu, (2015), Identifikasi masalah terhadap keinginan untuk mengembalikan atau menyelamatkan populasi ikan terubuk seperti berikut yaitu :
Permasalahan terkait dengan aspek pemanfaan berkelanjutan
Berdasarkan informasi dari masyarakat nelayan di sekitar perairan Selat Bengkalis, jumlah ikan terubuk yang melakukan ruaya pemijahan di periran Selat Bengkalis saat ini sudah jauh mengalami penurunan, hal ini terlihat dengan semakin sedikitnya jumlah ikan terubuk yang tertangkap oleh nelayan. Ukuran ikan terubuk yang tertangkap juga semakin kecil, sehingga diperlukan langkah-langkah pengelolaan yang tepat untuk dapat mengurangi laju penurunan populasi.
Permasalahan terkait dengan aspek habitat ikan terubuk
Ikan terubuk adalah jenis ikan yang hidup di perairan laut dan beruaya keperairan tawar untuk melakukan ruaya pemijahan. Salah satu lokasi pemijahanikan terubuk adalah di perairan Selat Bengkalis. Perairan Selat Bengkalis ini banyak dipengaruhi oleh aliran Sungai Siak, sehingga upaya pengelolaan habitat peneluran dan pembesaran ikan terubuk tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan Sungai Siak. Untuk dapat hidup dan berkembang biak, ikan terubukmembutuhkan kondisi lingkungan perairanyang sesuai.
(Wahyu, 2015).
Ikan terubuk sudah terancam kepunahannya, sehinga perlu dilakukan penelitian tentang potensi perikanan ikan terubuk yang ada saat ini terutama setelah keluarnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 59/MEN/2011 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terubuk (Tenualosa macrura) di Provinsi Riau (Purwanto dkk., 2014). 
            Salah satu wujud dari kepedulian dan keinginan dari semua pihak untuk menyelamatkan ikan terubuk dari ancaman dan sejalan dengan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau kecil dimana UU tersebut mewajibkan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyusun perencanaan pengolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi empat hierarki yaitu rencana strategis, rencana zonasi, dan rencana aksi  pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil adalah lahirnya Peraturan Bupati Nomor 15 tahun 2010 tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk di Kabupaten Bengkalis pada Tanggal 20 Juli 2010 (Wahyu, 2015).
FAO (1995) dalam Jompa dkk., (2015),  menyatakan  tujuan umum  pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi  aspek  biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan biologi untuk menjaga sumberdaya pada level berkelanjutan, tujuan ekologi meminimalkan dampak lingkungan dan sumberdaya non-target (by-catch) serta sumberdaya lainnya yang terkait, tujuan ekonomi untuk memaksimalkan pendapatan nelayan, dan  tujuan sosial untuk memaksimalkan peluang kerja dan mata pencaharian nelayan. Dalam  implementasi  EAFM   harus diperhatikan adalah :
- perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem
interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga
- perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan
- prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan 
- tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia.











PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh yaitu:
1. Habitat penyebaran berada di daerah estuaria pada perairan Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau
 2. Dengan mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menyediakan tempat perlindungan bagi sumberdaya ikan terubuk akan mendukung kegiatan perikanan dan pariwisata berkelanjutan, serta memulihkan kondisi habitat pesisir.

Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dilakukan penelitian mengenai ikan terubuk (Tenualosa macrura) untuk mengetahui lebih banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan sumberdaya hayati perikanan tersebut dalam menjaga kelestariannya.



















DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Karakteristik Perikanan Laut Indonesia: Jenis Ikan. Indonesia.

Dermawan, A., dan B. Sunarko, 2013. Biota Perairan Terancam Punah di Indonesia   Prioritas Perlindungan. ISBN: 978-602-7913-08-0.

Efizon D., dkk. 2012. Kelimpahan Populasi Dan Tingkat Eksploitasi Ikan Terubuk (Tenualosa Macrura) Di Perairan Bengkalis, Riau. Berkala Perikanan Terubuk, 40 (1): 52 – 65, ISSN 0126 – 4265.

Indarawan, M., R.B. Primack dan J. Supriatna, 2007. Biologi Konservasi. ISBN: 978-979-461288-X.

Jompa, J.,  N. Nessa  dan M. Lukman, 2015. Pengelolaan  Kawasan Konservasi Laut  (Bunga Rampai). Kementrian Perikanan dan Kelautan.

Kartamihardja, E.S., M.F. Rahardjo dan K. Purnomo, 2011. Konservasi Bagi Kelestarian Sumberdaya dan Kestabilan produksi Ikan. ISBN: 978-602-19535-0-1.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015. Pedoman Umum Restoking Jenis Ikan Terancam Punah. ISBN : 978-602-7913-21-9.

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.59/Men/2011 Tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terubuk (Tenualosa Macrura).

Purwanto, E., A.H. Yani dan D. Efizon. 2014. Study The Potential Fisheries Fish Terubuk ( Tenualosa macrura ) In Waters Bengkalis Riau. Universitas Riau, Riau.

Wahyu, D. S., 2015. Pelaksanaan Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk Tahun. JOM FISIP, 2 (2).